Sabtu, 03 Desember 2011

TAUHID

BAGIAN 1

a. Pendahuluan

Tauhid disepakati oleh para ulama sebagai pokok dasar dari ajaran islam. Sebagai 'ilmu, tauhid sebetulnya belum ada pada zaman Rasulullah, tetapi baru tumbuh setelah beliau wafat. Semasa hidupnya, rasulullah mendidikkan tauhid dengan mencontohkan dalam kehidupan sehari-hari. Pribadi Rasulullah begitu sempurna dan menjadi rujukan bagi setiap muslim, seperti disebutkan dalam QS. 33 : 21. Aisyah ra. mengatakan akhlak (budi pekerti) Rasulullah adalah Al Quran. Beliau laksana Al Quran yang hidup. Islam kemudian menyebar dengan pesat ke seluruh penjuru, bahkan berhasil menaklukkan para superpower, di timur (Persia) dan barat (Byzantium), yang dengan begitu umat islam mendapat kesempatan menuntut ilmu sebanyak mungkin. Dengan semangat kebebasan berfikir, berbagai ilmu pengetahuan diserap dan dikembangkan, termasuk dari para filsuf kuno seperti Aristoteles, Socrates, Plato, dkk. Para intelektual muslim ini banyak menghasilkan pemikiran yang orisinal dan cemerlang. Pembahasan tauhid sebagai intisari islam pun semakin berkembang menjadi ilmu tentang bagaimana seorang muslim mengesakan Tuhannya. Perkembangan ilmu seharusnya dijamin oleh perkembangan politik yang sehat dan islami. Perubahan politik dari masa khulafaurrasyidin menjadi sistem feodal ala Arab jahiliah, yang berpangkal dari perbedaan pendapat, banyak menghambat kemerdekaan berfikir dan bergerak umat islam. Perbedaan pendapat sebenarnya adalah hal yang lumrah, namun banyak disalahgunakan para pemimpin politik. Akibatnya perbedaan pendapat ini menjalar menjadi perpecahan aqidah dan syariah dan memicu perpecahan antar kelompok umat islam dan memperlemah umat islam. Kondisi politik ini membuat penafsiran ilmu menjadi lebih subjektif, tergantung pada kedudukan politis. Pendapat yang tidak didukung penguasa dapat menerima resiko yang berat. Beberapa tokoh intelektual yang berusaha istiqomah, seperti Abu Hanifah dan Ibnu Taimiyah, terpaksa mengalami perlakuan yang tidak baik. Bersambung. Referensi: Kuliah Tauhid, Muhammad ‘Imaduddin Abdul Rahim (Bang ‘Imad) Pendahuluan (bagian 2) Perpecahan dan perlemahan umat ini mengakibatkan satu demi satu negeri dan umat islam jatuh dalam kekuasaan umat lain. Faktor eksternal ini kemudian mendominasi tidak hanya material umat, tetapi juga menjajah mental dan moral. Umat islam sebagai umat terbaik (lihat QS 3:110) jatuh menjadi manusia hamba yang hina (lihat QS 95:5) karena ruh tauhid telah sirna dari qolbu mereka. Dan dengan sendirinya pendidikan islam menjadi sebatas formalitas yang membaku kaku, kehilangan penghayatan dan penalarannya yang sebenarnya penuh dinamika. Alhamdulillah penurunan kualitas umat ini telah mencapai titik terendahnya pada abad 14 H lalu. Kini hampir seluruh umat islam di penjuru dunia bergerak kembali menghayati ajaran agama mereka. Pada awalnya gerakan ini terlihat lambat, ada kalanya pula terjadi kejutan dari “ledakan” kesadaran atas tekanan luar yang telah melampaui batas. Dalam dunia intelektual awalnya kebangkitan ini berupa tangkisan apologetik yang kemudian berkembang menjadi bahasan yang ilmiah dan matang. Tuntutan umat akan pendidikan islam yang bermutu pun semakin meningkat. Kebutuhan akan sumber referensi islam, terutama tentang masalah pokok dan dasar dengan pendekatan yang sesuai konteks modern terus meningkat. Khusus di kampus-kampus seluruh dunia yang terdapat mahasiswa islam lahir gerakan spontan untuk menghayati kembali nilai ajaran islam, diantaranya Muslim Student Assiciation (MSA) of US and Canada sejak 1963, Federation of Student Islamic Society (FOSIS) di Inggris, Australian Federation of Muslim Students Association (AFMSA), International Islamic Federation of Student Organization yang bermarkas di Kuwait. Di ITB sendiri ada panitia masjid salman yang menggelar shalat jumat pertama sejak 1958, Yayasan Pembina Masjid Salman yang direstui dan dinamai oleh presiden Soekarno pada tahun 1964. Semoga kita sebagai mahasiswa arsitektur juga dapat memberikan kontribusi dalam pergerakan kebangkitan islam ini. Semoga bulan Ramadhan yang suci ini dapat menjadi momentum bagi kita untuk belajar dan berkembang, mendalami dan menghayati nilai ajaran islam. Bersambung. Referensi: Kuliah Tauhid, Muhammad ‘Imaduddin Abdul Rahim (Bang ‘Imad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Chat