Sabtu, 12 November 2011

Shalat Tarawih: 11 Rakaat atau 23 Rakaat?

Kata tarawih adalah bentuk jamak dari kata tarwih, yang berasal dari kata raha yang artinya mengambil istirahat. Shalat ini disebut shalat tarawih, karena orang yang menjalankan shalat ini mengambil istirahat sejenak.

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz—seorang Mufti Kerajan Saudi Arabia pada zamannya—menjawab tidak apa-apa shalat 11 rakaat maupun 23 rakaat karena Rasulullah tidak pernah secara tegas membatasi shalat sunnah pada jumlah tertentu (yang penting shalatnya dua rakaat-dua rakaat, sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar). Selain itu, Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan bahwa permasalahan bilangan shalat malam adalah permasalahan yang ada kelonggaran di dalamnya.

Namun, sebaiknya kita mengikuti imam shalat tarawih saja. Alasannya dari hadits berikut ini.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Orang yang shalat tarawih mengikuti imam sampai selesai, ditulis baginya pahala shalat semalam suntuk.” (HR. At Tirmidzi, no. 734, Ibnu Majah, no. 1317, Ahmad, no. 20450)
dalam lafazh yang lain: “Ditulis baginya pahala shalat di sisa malamnya.” (HR. Ahmad, no. 20474)

Selain itu, shalat tarawih 23 rakaat pernah dilakukan oleh Umar Radhiallahu’anhu dan sahabat yang lain (terkadang 11 rakaat juga). Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz men-shahih-kan hadits tersebut (meskipun di-dhaif-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani). Menurutnya, ini bukanlah keburukan, bukan pula kebid’ahan, bahkan shalat tarawih 23 rakaat adalah sunnah Khulafa Ar Rasyidin.


Ketika menjadi khalifah, Umar Radhiyallahu 'Anhu melihat orang-orang shalat malam di masjid sendiri-sendiri, dua orang-dua orang, dan tiga orang-tiga orang. Maka, Umar pun mengumpulkan mereka dalam satu jamaah dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu'anhu, dimana dia shalat 20 rakaat. Para sahabat sepakat dengan apa yang dilakukan Umar. (Kifayatu Al-Akhyar fi Halli Ghayati Al-Ikhtishar/Imam Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al-Husaini Al-Hishni Asy-Syafi’i/Jilid 1/Hlm 88)

Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa Ubay bin Ka'ab meringankan shalatnya sehingga menambah jumlah rakaat (sebagai ganti dari berdiri yang lama). Konon karena kondisi jama'ah pada saat itu, tidak kuat untuk berdiri terlalu lama, sehingga berdirinya diperpendek, nampun rakaat shalatnya diperbanyak.

Jadi, kualitas shalat tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat harusnya sama-sama baiknya. Bukan seperti sekarang ini, shalat 23 rakaat tetapi selesainya lebih cepat daripada yang 11 rakaat, saking terburu-burunya.
Disusun oleh Reza Primawan Hudrita—AR’07, dengan sedikit editan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Chat