Sabtu, 12 November 2011

Beberapa Ketentuan Adab Khitbah



Khitbah secara bahasa artinya pinangan, lamaran. Secara syar’i, permintaan/perjanjian seorang pria untuk menikahi seorang wanita, baik secara langsung maupun tak langsung

Pertama: Khitbah Bukanlah Aqad Nikah
Jadi, interaksi antara keduanya haruslah terpelihara dari pelanggaran batas-batas syari’at. Tunangan (saling bertukar cincin) bukanlah penghalal hubungan. Pemberian apapun yang mengiringinya dipandang syari’at sebagai sesuatu yang tidak boleh mengikat dan tak dapat dikenakan syarat apapun.

Kedua: Khitbah Dilakukan Dengan Tetap Memelihara Pandangan

Ketiga: Khitbah Di Atas Khitbah Adalah Haram
Para ‘ulama bersepakat mengharamkan khitbah atas seorang wanita yang telah dikhitbah sebelumnya oleh orang lain. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah pernah berkata : “Janganlah seorang diantaramu membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan jangan pula mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali ia mengizinkan.” (HR Muslim dengan sanad shahih). Dalam matan hadits riwayat Bukhari : “Rasulullah saw melarang seorang membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan melarang mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, hingga ia meninggalkannya atau mengizinkannya.”

Keempat: Khitbah Diterima/Ditolak Didasarkan Pada Keputusan Seorang Gadis
Jika sang wanita sudah menerima khitbah dari seorang pria, maka wanita harus segera dinikahkan. Rasulullah bersabda : “Tiga yang jangan diperlambat : Shalat bila sudah waktunya, jenazah bila sudah didatangkan dan gadis bila sudah menemukan calon suami yang sekufu’ .” (HR. Tirmidzi)

Kelima: Khitbah Diterima/Ditolak Didasarkan Pada Kufu’ (Kesepadanan)
Khitbah dalam Islam lebih menitikberatkan kesepadanan calon suami dengan calon isteri dalam aspek diin dan akhlaq (QS. An Nuur : 3 & 26), selain aspek sosial, ekonomi, ilmu, dsb.

Keenam: Khitbah Memperkenankan Hadiah Tak Bersyarat
Diperbolehkan adanya tukar cincin ataupun benda lain dalam khitbah, bila maksudnya sebatas saling memberikan hadiah tak mengikat/tak bersyarat dan selama tak ada anggapan bahwa pemberian itu menghalalkan hukum suami-isteri. 
Rasulullah bersabda : “Wanita manapun yang dinikahi dengan mahar dan hadiah sebelum ikatan nikah maka mahar itu baginya dan bagi walinya jika ia diberikan sesudahnya.” (HR. Al Khomsah kecuali Tirmidzi)

2 komentar:

Chat