Khitbah secara bahasa artinya pinangan,
lamaran. Secara syar’i, permintaan/perjanjian seorang pria untuk menikahi
seorang wanita, baik secara langsung maupun tak langsung
Pertama: Khitbah Bukanlah Aqad Nikah
Jadi, interaksi
antara keduanya haruslah terpelihara dari pelanggaran batas-batas syari’at.
Tunangan (saling bertukar cincin) bukanlah penghalal hubungan. Pemberian apapun
yang mengiringinya dipandang syari’at sebagai sesuatu yang tidak boleh mengikat
dan tak dapat dikenakan syarat apapun.
Kedua: Khitbah Dilakukan Dengan Tetap Memelihara Pandangan
Ketiga: Khitbah Di Atas Khitbah Adalah Haram
Para ‘ulama
bersepakat mengharamkan khitbah atas seorang wanita yang telah dikhitbah
sebelumnya oleh orang lain. Dari ‘Abdullah
bin ‘Umar bahwa Rasulullah pernah berkata : “Janganlah seorang diantaramu
membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan jangan pula mengkhitbah
wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, kecuali ia mengizinkan.” (HR
Muslim dengan sanad shahih). Dalam matan hadits riwayat Bukhari : “Rasulullah
saw melarang seorang membeli apa yang telah dibeli oleh saudaranya dan melarang
mengkhitbah wanita yang telah dikhitbah oleh saudaranya, hingga ia
meninggalkannya atau mengizinkannya.”
Keempat: Khitbah Diterima/Ditolak Didasarkan Pada Keputusan Seorang Gadis
Keempat: Khitbah Diterima/Ditolak Didasarkan Pada Keputusan Seorang Gadis
Jika sang
wanita sudah menerima khitbah dari seorang pria, maka wanita harus segera
dinikahkan. Rasulullah bersabda : “Tiga yang jangan diperlambat :
Shalat bila sudah waktunya, jenazah bila sudah didatangkan dan gadis bila sudah
menemukan calon suami yang sekufu’ .” (HR. Tirmidzi)
Kelima: Khitbah Diterima/Ditolak Didasarkan Pada Kufu’ (Kesepadanan)
Khitbah dalam
Islam lebih menitikberatkan kesepadanan calon suami dengan calon isteri dalam
aspek diin dan akhlaq (QS. An Nuur : 3 & 26), selain aspek sosial, ekonomi,
ilmu, dsb.
Keenam: Khitbah Memperkenankan Hadiah Tak Bersyarat
Diperbolehkan
adanya tukar cincin ataupun benda lain dalam khitbah, bila maksudnya sebatas
saling memberikan hadiah tak mengikat/tak bersyarat dan selama tak ada anggapan
bahwa pemberian itu menghalalkan hukum suami-isteri.
Rasulullah bersabda : “Wanita manapun yang dinikahi dengan mahar dan hadiah sebelum ikatan nikah maka mahar itu baginya dan bagi walinya jika ia diberikan sesudahnya.” (HR. Al Khomsah kecuali Tirmidzi)
Rasulullah bersabda : “Wanita manapun yang dinikahi dengan mahar dan hadiah sebelum ikatan nikah maka mahar itu baginya dan bagi walinya jika ia diberikan sesudahnya.” (HR. Al Khomsah kecuali Tirmidzi)
yang kedua kok ga ada penjelasannya? dalilnya apa?
BalasHapusjadi penasaran...
BalasHapus